-->

Model - Model Evaluasi Program Pendidikan

Pakar Evaluasi - Penelitian dalam evaluasi pada dasarnya merupakan penelitian yang bersifat mengevaluasi suatu program dalam pengertianya sendiri model evaluasi merupakan model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya disebut sama dengan pembuat atau tahap pembuatannya. Evaluasi juga dibedakan berdasarkan waktu pelaksanaanya, kapan evaluasi dilakukan, untuk apa evaluasi dilakukan dan acuan serta paham yang dianut oleh evaluator.

Model - model Evaluasi :

Model CIPP (Context, input, process, product)

Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Oleh karena itu, uraian yang diberikan relative panjang dibandingkan dengan model-model lainnya. Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk. (1976) di Ohio State University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu

  1. Context evaluation : evaluasi terhadap konteks
  2. Input evaluation : evaluasi terhadap masukan
  3. Process evaluation : evaluasi terhadap proses
  4. Product evaluation : evaluasi terhadap hasil

Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah system. Dengan demikian, jika tim evaluator sudah memutuskan model CIPP sebagai model yang akan digunakan untuk mengevaluasi program yang ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-komponennya.

Model - Model Evaluasi Program Pendidikan

Model ini sekarang disempurnakan dengan satuan komponen O, singkatan dari outcome sehingga menjadi model CIPPO. Model CIPP hanya berhenti pada mengukur output (product), CIPPO sampai pada implementasi dari product. Sebagai contoh,jika product berhenti pada lulusan, sedangkan outcome (s) sampai pada bagaimana kiprah lulusan tersebut di masyarakat atau dipendidikan lanjutnya.

Berikut Penjelasana Dari 4 Tahapan dalam Model CIPP

Evaluasi Konteks

Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkunagan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset dan peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas. Serta membantu kelompok mengguna lainya untuk mengetahui tujuan, peluang dan hasinya. Ada empat pertanyaan yang dapat diajukan sehubungan dengan evaluasi konteks, yaitu sebagai berikut.

  1. Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program, misalnya siswa yang belum menerima?
  2. Tujuan pengembangan apakah yang belum dapat tercapai oleh program, misalnya peningkatan kesehatan dan prestasi siswa karena adanya mkanan tambahan?
  3. Tujuan pengembangan apakah yang belum dapat membantu mengembangkan masyarakat, misalnya kesadaran orang tua untuk memberikan makanan bergizi kepada anak-anaknya.
  4. Tujuan-tujuan mana sajakah yang paling mudah dicapai, misalnya pemerataan makanan, ketepatan penyedian makanan.

Evaluasi Masukan

Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternativ pendekatan, rencana tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi kebutuhan kelompok sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumber daya, pelaksana dan jadual kegiatan yang sesuai bagi kelangsungan program.

Evaluasi Proses

Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggungjawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Evalusi proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui program kerja dan memperkirakan hasilnya. Oleh Stufflebeam dalam (Arikunto.2009, hal 46) diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses antara lain sebagai berikut.

  1. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jawaban?
  2. Apakah staf yang terlibat di dalam pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan?
  3. Apakah sarana dan praarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal?
  4. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan  jika program dilanjutkan?

Evaluasi Produk atau Hasil

Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai-yang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang, baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokuskan diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran.Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan, antara lain:

  1. Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?
  2. Pertanyaan-pertanyaan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan pencapaian tujuan?
  3. Dalam hal-hal apakah berbagai kebutuhan siswa sudah dapat dipenuhi selama proses belajar mengajar?
  4. Apakah dampak yang diperoleh siswa dalam waktu yang relatif panjang dengan adanya program makanan tambahan ini?

Model Evaluasi CSA-UCLA

CSE-UCLA terdiri dari dua sigkatan, yaitu CSE dan UCLA. CSE merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of California in Los Angeles. Cirri dari model CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dab dampak. Fernandes (1984) dalam Arikunto (2009: 44) memberi penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi empat tahap, yaitu (1) needs assessment, (2) program planning, (3) formative evaluation, dan sumamative evaluation.

CSE Model : Needs Assessment

Dalam tahap ini evaluator memasukkan perhatian pada penentuan masalah.
Pertanyaan yang diajukan:
  1. Hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan kebenaran program?
  2. Kebutuhan apakah yang terpenuhi sehubungan dengan adanya pelaksanakaan program ini?
  3. Tujuan jangka panjang apakah yang dapat dicapai melalui program ini?
CSE Model: Program Planning

Dalam tahap kedua dari CSE model ini evaluator mengumpulkan data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasi pada tahap ke satu. Dalam tahap perencanaan ini program PBM dievaluasi dengan cermat untuk mengetahui apakah rencana pembelajaran telah disusun berdasrkan hasil analisis kebutuhan. Evaluasi tahap ini tidak lepas dari tujuan yang telah dirumuskan.

CSE Model: Formative Evaluation

Dalam tahap ketiga ini evaluator memusatkan perhatian pada keterlaksanaan program. Dengan demikian, evaluator diharapkan betul-betul terlibat dalam program karena harus mengumpulkan data dan berbagai informasi dari pengembang program.

CSE Model: Summative Evaluation

Dalam tahap keempat, yaitu evaluasi sumatif, para evaluator diharapkan dapat mengumpulkan semua data tentang hasil dan dampak dari program. Melalui evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui apakah tujuan yang dirumuskan untuk program sudah tercapai, dan jika belum dicari bagian mana yang belum dan apa penyebabnya.

Model Countenance Stake 

Model ini dilkembangkan oleh Stake Pada Tahun 1967. Model Stake menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu (1) deskripsi (description) dan (2) pertimbangan (judgments); serta membedakan adanya tiga tahapan dalam evaluasi program, yaitu
  1. Antaseden (antecedents/context), 
  2. Transaksi (transaction/proces), dan
  3. Keluaran (output-outcomes). 
Dalam setiap program yang dievaluasi, evaluator harus mampu mengidentifikasi tiga hal, yaitu (1) antaseden- yang diartikan sebagai konteks-(2) transaksi- yang diartikan sebagai proses-, dan (3) outcomes- yang diartikan sebagai hasil. Selanjutnya, kedua matriks yang digambarkan sebagai deskripsi dan pertimbangan, menunjukkan langkah-langkah yang terjadi selama proses evaluasi.
Menurut Stake, ketika evaluator tengah mempertimbangkan program pendidikan, mereka mau tidak mau harus melakukan dua perbandingan, yaitu.

  1. Membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang terjadi di program lain, dengan objek sasaran yang sama.
  2. Membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang diperuntukkan bagi program yang bersangkutan, didasarkan pada tujuan yang akan dicapai.
Model Goal Free Evaluation

Model evaluasi ini dikembangkan oleh Michael Scriven. Menurut Michael Scriven, dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidenitfikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal negative (yang sebetulnya memang tidak diharapkan).
Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa memperhatikan seberapa jauh masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan akhir yang diharapka oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus tidak banyak manfaatnya.

Dari uraian ini jelas bahwa yang dimaksud dengan “evaluasi lepas dari tujuan” dalam model ini bukannya lepas sama sekali dari tujuan, tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai oleh program, bukan secara rinci per komponen.

Model Persesuaian (Goal Oriented Evaluation Model)

Model ini dikembangkan oleh Tyler. Objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. 

Tyler menggambarkan pendidikan sebagai suatu proses yang didalamnya terdapat tiga hal yang perlu dibedakan, yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi pada dasarnya dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai efektifitas kurikulum atau program pengajaran yang bersangkutan dalam mencapai tujuannya. Mengingat tujuan-tujuan pendidikan itu mencerminkan perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan pada anak didik, maka yang paling penting dari proses evaluasi adalah memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan itu terjadi.

Menurut model ini evaluasi tidak lain adalah usaha untuk memerika persesuaian antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh berguna bagi kepetingan penyempurnaan program, bimbingan siswa dan pemberian informasi kepada pihak-pihak luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai.

Langkah-langkah evaluasi yang perlu ditempuh didalam proses evaluasi menurut model yang kedua ini Tyler mengajukan 4 langkah pokok yaitu:

  1. Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Karena evaluasi diadakan untuk memeriksa sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu sudah dapat dicapai, perlu masisng-maing itu diperjelas rumusannya sehingga memberikan arah yang lebih tegas didalam proses perencanaan evaaluasi yang dilakukan.
  2. Menetapkan test situation yang diperlukan. Dalam langkah ini ditetapkan jenis-jenis evaluasi yang akan memungkinkan para siswa untuk memperlihatkan perilaku yang akan dinilai tersebut. Situasi-situasi yang dimaksudkan dapat berbentuk demonstrasi, memecahkan persoalan-persolan tertulis memimpin kegiatan kelompok dan sebagainya.
  3. Menyusun alat evaluasi. Berdasarkan rumusan tujuan dan test situation yang telah dikembangkan dalam langkah-langkah sebelumnya kini dapat ditetapkan dan disusun alat-alat evaluasi yang cocok untuk digunakan dalam menilai jenis-jenis perilaku yang tergambar dalam tujuan tersebut.
  4. Menggunakan hasil evaluasi. Setelah tes dilaksanakan hasilnya diolah sedemikian rupa agar dapat memenuhi tujuan diadakannya evaluasi tersebut, baik untuk kepentingan bimbingan siswa maun untuk perbaikan program.
Karena setiap program pendidikan menyangkut tujuan yang hendak dicapai, akan lebih tepat jika hasil evaluasi tidak dinyatakan dalam bentuk keseluruhan test tapi dalam bentuk hasil bagian demi  bagian dari test yang bersangkutan sehingga terlihat bagian-bagian mana dari program pendidikan yang masih perlu disempurnakan karena belum berhasi mencapai tujuannya.

Model Kesenjangan

Model ini dikembangkan oleh Malcolm Provus, merupakan  sebuah model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program . evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap komponen. Model ini menekankan pada kesenjangan yang sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah rill.

Kesenjangan yang yang dapat dievaluasi dalam program pendidikan meliputi:
  1. Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program.
  2. Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang benar-benar direalisasikan.
  3. Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan.
  4. Kesenjangan tujuan
  5. Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah.
  6. Kesenjangan dalam system yang tidak konsisten. Oleh karena itu model evaluasi ini memeiliki lima tahap yaitu desain, instalasi, proses, produk dan membandingkan.
Demikian artikel ini semoga bisa membantu teman-teman sekalian dalam memahami model-model evaluasi program

Facebook Comments

0 komentar