Pendapat pakar : sejarah retorika
thn 467 sebelum Masehi, Korax seseorang Yunani & muridnya Teisios (keduanya berasal dari Syrakuse –Sisilia) menerbitkan suatu buku yg mula-mula menyangkut Retorika. Tapi retorika juga sebagai seni & kepandaian berkata, telah ada dalam histori jauh lebih dulu. Contohnya dalam kesusteraan Yunani kuno, Homerus dalam Ilias & Odyssee posting pidato yg panjang. Serta bangsa-bangsa seperti Mesir, India & Cina telah mengembangkan seni bicara jauh hri diawal mulanya. Retorika dimulaiPlato, menjadikan Gorgias & Socrates sbg sampel retorika yg benar, atau re torika yg berdasarkan kepada Sophisme & re torika yg berdasar terhadap filsafat. Sophisme mengajarkan kebenaran yg relatif. Filsafat mengambil orang pada wawasan yg sejati.
Dikala merumuskan retorika yg memang lah mengambil orang kepada hakikat – Plato membahas organisasi gaya, & penyampaian pesan. Dalam karyanya, Dialog, Plato menganjurkan para pembicara utk menganal ”jiwa” pendengarnya. Bersama begitu, Plato meletakkan dasar-dasar re torika ilmiah & psikologi khalayak. Dia te lah mengubah re torika yang merupakan sekumpulan teknik (sophisme ) jadi suatu wacana ilmiah. Pengertian Retorika Retorika berasal dari bahasa Yunani “RHETOR” atau bahasa Inggris “ORATOR” yg berarti “kemahiran dalam berkata dihadapan umum”. I Gusti Ngurah Oka, memberikan definisi sbg Berikut“Ilmu yg mengajarkan tindak & usahayang buat dalam persiapan, hubungan kerja, pun kedamaian di tengah masyarakat”. Dgn begitu termasuk juga dalam cakupan pengertian Retorika merupakan : Seni Berbicara-Kemahiran & kelancaran Berbicara-Kemampuan memproduksi Gagasan-Kemampuan mensosialisasikan maka sanggup mempengaruhi audience.
Dari cakupan pengertian di atas, sehingga ada dua perihal yg butuh ditarik dandiperhatikan, yakni kemahiran atau seni & ilmu. Retorika sbg kemahiran atau seni telah barang pasti mengandung unsur bakat (nativisme), selanjutnya retorika juga sebagai ilmuakan mengandung unsur pengalaman (empirisme), yg bias digali, dipelajari & diinventarisasikan.Cuma sedikit perbedaan bagi mereka yg telah memiliki bakat akanberkembang lebih serta-merta, sedangkan bagi yg tak memiliki bakat dapat berjalandengan lamban. Dari sini setelah itu lahirlah satu buah anggapan bahwa Retorika adalah artistic science (ilmu wawasan yg mengandung seni), & scientivicart (seni yg ilmiah). Sementara menurut yg lain, retorika (rhetoric) dengan cara harfiyah artinya berpidato atau kepandaian berkata & sekarang ini lebih dikenal dgn nama Public Speaking. Dewasa ini retorika condong dipahami sbg “omong kosong” atau “permainan kata-kata” (“words games”), serta bermakna propaganda (memengaruhi atau mengendalikan pemikiran-perilaku orang lain). Teknik propaganda “Words Games” terdiri dari Name Calling (pemberian julukan jelek, labelling theory), Glittering Generalities (kebalikan dari name calling, merupakan penjulukan bersama label asosiatif bercitra baik), & Eufemism (penghalusan kata utk menghindari kesan tidak baik atau menyembunyikan fakta sesungguhnya).
Menurut Kenneth Burke, bahwa tiap-tiap bentuk-bentuk komunikasi merupakan satu buah drama. Karenanya satu orang pembicara hendaknya bisa mendramatisir (menciptakan jama’ah merasa tertarik) pada pembicara, sedangkan menurut Walter Fisher bahwa tiap-tiap komunikasi yakni wujud dari cerita(storytelling). Karenanya, seandainya kita bisa bercerita sesungguhnya kita miliki potensi buat berceramah & buat jadi muballigh. Dalam buku Theories of Human Communication karangan Little John, dikatakan bahwa studi retorika sesungguhnya merupakan bidang dari patuh aturan ilmu komunikasi. Kenapa? sebab di dalam retorika terdapat pemakaian simbol-simbol yg dilakukan oleh manusia. Dikarenakan itu Retorika berhubungan erat dgn komunikasi Persuasi. Maka dikatakan retorika yakni sebuah seni dari mengkonstruksikan alasan & pelaksanaan pidato. Little John mengemukakan re torika yaitu ” adjusting ideas to people and people to ideas” (Little John, 2004,p.50) Seterusnya dikatakan bahwa Retorika merupakan seni utk bicara baik, yg dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia (Hendrikus, 1991,p.14) Sedangkan oleh sejarawan & negarawan George Kennedy mendefinisikan retorika sbg …” the energy inherent in emotion and thought, transmitted through a sistem of signs, including language to other to influence their decisions or actions” (dikutip dalam Puspa, 2005 : p.10) atau apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia jadi Retorika adalah…”suatu energi yg inheren dgn emosi & pemikiran, yg dipancarkan lewat suatu system dari tanda-tanda, termasuk juga didalamnya bahsa yg ditujukan kepada orang lain utk mempengaruhi pernyataan mereka atau perbuatan mereka. Retorika (rethoric) umumnya disinonimkan bersama seni atau kepandaian berpidato, sedangkan tujuannya ialah, mengatakan fikiran & perasaan terhadap orang lain biar mereka mengikuti kehendak kita .
Menurut Aristoteles, Dalam retorika terdapat 3 bidang inti yakni : 1. Ethos (ethical) : Yakni karakter pembicara yg bakal dipandang dari trik dirinya berkomunikasi 2. Pathos (emotional) : Adalah perasaan emosional khalayak yg bakal dipahami dgn pendekatan “Psikologi massa”. 3. Logos (logical) : Merupakan pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara Menurut Kenneth Burke, bahwa tiap-tiap bentuk-bentuk komunikasi merupakan suatu drama. Karenanya seseorang pembicara hendaknya dapat mendramasir ceritanya. Gaya Bahasa Retorika Metafora (menerangkan sesuatu yg pada awal mulanya tak dikenal bersama mengidentifikasikannya dgn sesuatu yg mampu disadari dengan cara cepat, terang & dikenal, tamsil); Monopoli Semantik (penafsir tunggal yg memaksakan kehendak atas teks yg multi-interpretatif); Fantasy Themes (tema-tema yg dimunculkan oleh pemakaian kata/istilah sanggup memukau khalayak); Labelling (penjulukan, audiens diarahkan buat menyalahkan orang lain), Kreasi Citra (mencitrakan positif kepada satu pihak, rata rata si subjek yg berkata); Kata Topeng (kosakata buat mengaburkan makna harfiahnya/realitas sesungguhnya); Kategorisasi (menyudutkan pihak lain atau skenario menghadapi musuh yg terlampaui kuat, bersama memecah-belah group lawan); Gobbledygook (memakai kata berbelit-belit, abstrak & tak dengan cara serta-merta menunjuk pada tema, jawaban normatif); Apostrof (pengalihan amanat bersama memanfaatkan proses/kondisi/pihak lain yg tak hadir yang merupakan kambing hitam yg bertanggung jawab pada sebuah masalah).